Jumat, 25 Maret 2011

Tiga bulan untuk selamanya

Tiga bulan. Cuma tiga bulan. Ngga lebih. Tapi kok rasa persaudaraannya erat banget ya? Hmm.. ga keitung jari udah berapa kali aku mimpiin kalian. Dari tiga bulan bareng-bareng, kalian bisa menyita pikiranku sebegitu hebatnya. Dahsyat. Ngga ada hari yang dilewati tanpa ketawa. Ngga ada hari tanpa bercanda. Kangeeen! Bener-bener kangen suasana itu.

Pengen flashback ah.. Inget lagi waktu pertama kali aku nginjekin kaki disana. Ngerjain test yang buanyaknya bukan main, hihi.. terus wawancara sama Pak B*di (sensor ah, hihi). Besoknya dateng lagi kesana buat interview sama SDM, nego gaji dan penjelasan kontrak. Gajinya seuprit, kontraknya sekejap,, tapi yaa sudahlah daripada ngga ada! Pikir aku waktu itu. Besoknya lagi langsung mulai kerja (ekspres booo!). Banyak ngobrolnya sih, hihihi. Siang, setelah dzuhur, baru deh mulai ngedit-mengedit naskah. Haaa kangen ngedit!!

Kemudian hari demi hari berlalu (hadeuh). Seneng banget ngabisin waktu sama geng dangdose, rumpi-rumpi di mesjid (hihi), ngtest kadar mercury di bedak, makan gehu pedas tiap hari jumat, sampe fofotoan pada jam kerja, wkwkwk…

Ngedampingin anak-anak ekspatriat jalan-jalan ke pabrik, baca-baca ensiklopedia seru n buku-buku bagus lainnya di perpus, deg-degan pas dicariin bu **ni** (nama disensor), nyanyi mars gmp di senin pagi, dan bagi-bagi cerita serem tentang kantor, hihihi.. Bahkan ngedit tiga buku dengan beda-beda layouter pun sudah aku alami disana (hadoooh :D)

Tiga bulan itu cuma sebentar. Tapi kalo dilalui bareng kalian, rasanya bener-bener sarat makna. Sayang waktu itu aku ga bias ikut jalan ke cipanas :)
Aku ga tau pasti seperti apa aku di mata kalian. Tapi buat aku, kalian itu sahabat sekaligus saudara. Makasih banyak buat waktu tiga bulannya. It’s soooo wonderful! :) Missing you...


"Will you remember me the way I remember you?
Will you be the same the last time I saw you?"

Senin, 21 Maret 2011

Protes!

Jika benar ada tujuh hari dalam seminggu, kenapa aku hanya miliki satu?

Itupun tak penuh, hanya setara dengan satu kedipan mata.  Rasanya baru saja aku menggenggam, semuanya keburu menghilang.  Setelah itu, ada enam hari hampa yang harus dilewati.  Terus begitu.

sumber foto
Dalam satu hari tersebut, aku hanya bisa menunggu tanpa mengambil inisiatif apapun.  Hanya menunggu datangnya kesempatan satu kedipan mata itu.  Memang sih, aku diberi pilihan.  Pilihan untuk mengambil atau menolak kesempatan ini.  Aku hampir selalu memilih untuk mengambil kesempatan, karena aku tak tahu kapan kesempatan yang hanya secuil ini datang lagi.  Kadang aku memang bosan, kesempatan selalu datang dengan cara yang sama.  Tak ada variasi apalagi inovasi, seolah kesempatan ini hanya datang sebagai pemenuhan janji, bukan pembahagiaan.

Berkali-kali aku ingin berontak, tapi tak pernah kulakukan.  Sesuatu dalam hatiku berkata, “Kamu harus tahu diri!!”  Namun aku tidak ingin terus menjadi boneka yang Cuma boleh menunggu.  Aku ingin turut andil dalam pengambilan kesempatan.  Aku ingin bahagia dengan pilihanku, bukan hanya mengangguk-angguk setuju sambil tersenyum manis.  Aku tidak bisa terus memendam keinginanku ini.  Aku tidak bahagia.

Jika keadaan tak juga membaik, mungkin nanti aku akan menggeliat untuk melepas rantai pengekang yang mengurung kebebasan.  Maaf.  Aku tidak bisa pura-pura bersikap manis. 

Benarkah hati cuma ada satu?

Menurutku tidak. Manusia akan mampu mencintai lebih dari satu orang saja. Aku mencintai dia, benar. Dan aku juga mencintai ia. Tidak kuparuh-paruh hatiku buat mereka berdua. Keduanya sama seimbang. Tapi cintaku pada dia tetap satu. Dan cintaku pada ia juga satu. Bukankah guru matematika selalu mengajarkan bahwa satu ditambah satu sama dengan dua? Artinya, hatiku ada dua, begitu? Jika aku mencintai orang yang lain lagi, berarti hatiku jadi tiga?

sumber foto
Aku punya banyak hati, jika begitu. Begitu juga kau, sebagai manusia yang mampu mencintai dia dan ia pada saat bersamaan tanpa berat sebelah. Apakah kemampuan untuk mencintai beberapa orang sekaligus merupakan suatu laknat? Sebab yang kutahu, dunia ini meminta kita untuk hanya mencintai satu orang saja. Harus berkomitmen. Tapi bukankah mencintai adalah suatu hal yang indah? Jika ya, mengapa kita tidak boleh merasakan banyak kebahagiaan? Apakah kita bisa tercekik oleh kebahagian? Lagipula apalah arti hidup jika kita tidak bahagia?